I. PENGERTIAN
Pajak Penghasilan Pasal 24, selanjutnya disingkat PPh pasal 24, merupakan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri. PPh pasal 24 ini boleh dikreditkan terhadap total pajak penghasilan terutang dalam suatu tahun pajak.
Pada dasarnya Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan baik penghasilan yang diterima atau diperoleh di dalam negeri maupun penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Jika negera lain tempat Wajib Pajak dalam negeri tersebut mengenakan pajak penghasilan, Wajib Pajak tersebut akan membayar atau terutang pajak atas penghasilannya itu di negera yang bersangkutan. Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri, maka besarnya pajak atas penghasilan Wajib Pajak dalam negeri yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dapat dikreditkan terhadap total pajak terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri.
Pengkreditan pajak luar negeri tersebut dilakukan dalam Tahun Pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.
II. PERMOHONAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI (164/KMK.03/2002)
Supaya pajak yang terutang atau dibayar diluar negeri dapat dikreditkan, maka Wajib Pajak harus menyampaikan surat permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri:
- Laporan Keuangan yang mencantumkan dengan jelas penghasilan dari luar negeri tersebut;
- Salinan Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri;
- Dokumen pembayaran pajak di luar negeri
Permohonan kredit pajak tersebut harus disampaikan bersama dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Penghasilan. Namun atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran permohonan tersebut karena alasan-alasan diluar kekuasaan wajib pajak.
III. PENGGABUNGAN PENGHASILAN (SE-22/PJ.4/1995)
Untuk menghitung Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari dalam negeri maupun dari luar negeri maka seluruh penghasilan Wajib Pajak tersebut dihitung dan digabungkan. Hasil penggabungan tersebut dijadikan dasar untuk menghitung PPh pasal 24.
- Atas penghasilan dari usaha, penggabungan penghasilan dilakukan dalam tahun diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis)
- Atas penghasilan lainnya seperti sewa, bunga, royalti, dan lain-lain, penggabungan penghasilan dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut (cash basis)
- Atas penghasilan berupa dividen yang diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dari penyertaan modal sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham disetor atau secara bersama-sama denga Wajib pajak dalam negeri lainnya sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham disetor pada badan usaha di luar negeri yang sahamya tidak diperdagangkan di bursa efek, dilakukan dalam tahun pajak di mana dividen tersebut diperoleh.
Saat perolehan dividen dalam rangka penggabungan penghasilan ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan, sebagai berikut:
- Pada bulan keempat setelah akhir batas waktu kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh) badan usaha di luar negeri untuk tahun pajak yang bersangkutan, atau;
- jika tidak ditentukan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh, atau tidak ada kewajiban penyampaian SPT PPh, saat diperolehnya dividen adalah pada bulan ketujuh setelah tahun pajak berakhir.
penentuan besarnya dividen yang digabungkan dengan penghasilan lainnya dihitung berdasarkan besarnya proporsi pemilikan saham pada badan usaha di luar negeri atas laba setelah pajak. Laba setelah pajak adalah laba usaha sesuai dengan laporan keuangan yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang lazim berlaku di negara yang bersangkutan dan telah diaudit oleh akuntan publik, setelah dikurangi dengan PPh terutang di negara tersebut.
Apabila kemudian terjadi pembagian dividen dalam jumlah yang melebihi dividen berdasarkan penghitungan Wajib Pajak dalam negeri tersebut atau terjadi pembagian dividen, kelebihan jumlah tersebut wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh pada tahun pajak dibagikannya dividen tersebut. Namun apabila sebelum jangka waktu tersebut di atas badan usaha di luar negeri dimaksud sudah membagikan dividen yang menjadi hak Wajib Pajak, maka dividen yang digabungkan adalah sebesar dividen yang dibagikan tersebut. Dividen yan gmenjadi hak Wajib Pajak adalah dividen yang sekurang-kurangnya sama besarnya dengan dividen yang dihitung sebanding dengan penyertaan Wajib Pajak pada badan usaha di luar negeri.
Apabila kemudian terjadi pembagian dividen selain dividen yang telah dibagikan di atas, maka dividen tersebut wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh pada tahun pajak dibagikannya dividen tersebut.
Badan usaha sebagaimana dimaksud di atas adalah badan usaha yang berkedudukan di negara atau tempat sebagai berikut:
Argentina Bahama Bahrain Belize Bermuda British Isle | British Virgin Island Cayman Island Channel Island Greensey Channel Island Jersey Cook Island | El Savador Estonia Hong Kong Liechtenstein Lituania Macao | Mauritius Meksiko Nederland Nikaragua Panama Paraguay Peru | Qatar St. Lucia Arab Saudi Venezuela Vanuatu Yunani Zambia |
IV. PENENTUAN SUMBER PENGHASILAN
Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber penghasilan ditentukan sebagai berikut:
- Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan;
- penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada;
- penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak;
- penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada;
- penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan;
- penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada;
- keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada; dan
- keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.
V. JUMLAH KREDIT PAJAK YANG DIPERBOLEHKAN
A. Ketentuan Kredit Pajak Luar Negeri
- Pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari luar negeri tersebut.Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri adalah pajak atas penghasilan berkenaan dengan usaha atau pekerjaan di luar negeri, sedangkan yang dimaksud dengan pajak atas penghasilan yang dibayar di luar negeri adalah pajak atas penghasilan dari modal dan penghasilan lainnya di luar negeri seperti bunga, dividen, royalti, sewa dan lain-lain.Contoh:PT Raya di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Great, Inc. di Zimbabwe. Dalam tahun 2006, Great, Inc memperoleh keuntungan sebesar US$ 100.000. PPh yang berlaku di Zimbabwe adalah 48% dan pajak atas dividen adalah 38%. Penghitungan pajak atas dividen tersebut adalah sebagai berikut:Keuntungan Great, Inc. US$ 100.000Pajak Penghasilan: 48% x US$ 100.000 US$ 48.000--------------------Penghasilan PT Raya dari luar negeri US$ 52.000Pajak atas dividen: 38% x US$ 52.000 US$ 19.760--------------------Dividen yang dikirim ke Indonesia US$ 32.240Pajak Penghasilan yangdapat dikreditkan terhadap seluruh Pajak Penghasilan yang terutang atas PT Raya adalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, dalam contoh di atas yaitu jumlah sebesar US$ 19.760.-Pajak Penghasilan (Corporate income tax) atas Great Inc. sebesar US$ 48.000,- tidak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas PT Raya, karena pajak sebesar US$ 48.000,- tersebut tidak dikenakan langsung atas penghasilan yang diterima atau diperoleh PT Raya dari luar negeri, melainkan pajak yang dikenakan atas keuntungan Great Inc. di Zimbabwe.
- Besarnya kredit pajak yang diperbolehkan adalah setinggi-tingginya sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak (PKP), atau setinggi-tingginya sama dengan pajak yang terutang atas PKP dalam hal PKP lebih kecil dari penghasilan luar negeri (menganut Metode Pengkreditan Pajak Terbatas atau Ordinary Credit Method). Secara ringkas, besarnya kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah nilai terendah diantara penghitungan berikut ini:
I. Total PPh terutang :
PKP x Tarif pasal 17
II. PPh yang terutang atau dibayar di luar negeri
Tarif x Penghasilan di luar negeri
III. Batas maksimum kredit pajak luar negeri
- PKP = Penghasilan Kena Pajak
- Total PKP = Penghasilan dari dalam dan dari luar negeri
- Total PPh terutang = Tarif Pasal 17 x Total PKP
- Penghasilan yang terutang di luar negeri = Tarif pajak luar negeri x Penghasilan di luar negeri
- Besarnya PKP sebagai dasar penghitungan total PPh terutang tidak memasukkan penghasilan-penghasilan yang PPh-nya bersifat final.
Jika jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi jumlah kredit pajak yang diperbolehkan, kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan PPh yang terutang tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan, serta tidak dapat dimintakan restitusi.
Contoh:
PT Internasional memperoleh penghasilan neto pada tahun 2008 sebagai berikut:
Penghasilan dari dalam negeri Rp 400.000.000
Penghasilan dari Negara A Rp 600.000.000
Tarif pajak yang berlaku di negara A adalah 25%
Penghitungan kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah:
I. Menghitung total PPh terutang
Penghasilan dari dalam negeri Rp 400.000.000
Penghasilan dari luar negeri Rp 600.000.000
----------------------
Jumlah penghasilan neto Rp 1.000.000.000
Jumlah penghasilan neto sama dengan PKP karena diasumsikan tidak terdapat kompensasi kerugian atau pengurangan yang lain.
PPh terutang: Rp 1.000.000.000 x 28% = Rp 280.000.000
II. Menghitung PPh yang dipotong di luar negeri
25% x Rp 600.000.000 = Rp 150.000.000
III. Menghitung Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri
Kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah Rp 150.000.000 atau sebesar PPh yang terutang atau dibayar di luar negeri. Jadi penentuan kredit pajak luar negeri adalah dengan memilih yang terendah dari ketiga perhitungan diatas.
Jumlah pajak yang dibayar diluar negeri sebesar Rp 168.000.000. Selisih antara kredit pajak luar negeri Rp 150.000.000 dan Rp 168.000.000 sebesar Rp 18.000.000 tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan, tidak dapat diperhitungkan dengan PPh terutang tahun berikutnya dan tidak bisa dimintakan restitusi.
B. Penghitungan PPh pasal 24 Jika Terjadi Rugi Usaha di Dalam Negeri
Dalam hal terjadi kerugian usaha di dalam negeri, maka sejumlah kerugian yang diderita tersebut dapat digabungkan atau dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh di Indonesia (dalam negeri).
Contoh:
PT Internasional di Indonesia memperoleh penghasilan neto pada tahun 2008 sebagai berikut:
- Di negara A, memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp 400.000.000. Tarif pajak yang berlaku 25%
- Di dalam negeri, menderita kerugian sebesar Rp 200.000.000
Penghitungan kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah:
I. Menghitung Total PPh Terutang
Laba Usaha dari Negara A Rp 400.000.000
Kerugian Usaha di dalam negeri Rp 200.000.000
-----------------------
Jumlah penghasilan neto Rp 200.000.000
Karena diasumsikan tidak ada pengurangan, maka penghasilan neto sama dengan PKP.
PPh terutang = Rp 200.000.000 x 28% = Rp 56.000.000
II. Menghitung PPh yang dipotong di luar negeri
25% x Rp 400.000.000 = Rp 100.000.000
III. Menghitung Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri
Kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah Rp 56.000.000,- atau sebesar total PPh terutang. Jumlah ini diperoleh dengan memilih yang terendah penghitungan total PPh terutang, PPh yang dibayar di luar negeri dan Batas maksimum kredit pajak luar negeri.
C. Penghitungan PPh pasal 24 Jika Terjadi Rugi Usaha di Luar Negeri
Dalam hal terjadi kerugian yang diderita di luar negeri, maka kerugian tersebut tidak boleh digabungkan/dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia.
Contoh:
PT Internasioal memperoleh penghasilan neto tahun 2008 sebagai berikut:
- Di negara A, memperoleh penghasilan laba usaha Rp 350.000.000 dengan tarif pajak yang berlaku 30%.
- Di negara B, mengalami kerugian usaha sebesar Rp 400.000.000 dengan tarif pajak yang berlaku sebesar 25%.
- Di dalam negeri memperoleh laba usaha sebesar Rp 650.000.000
Penghitungan kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah:
I. Menghitung Total PPh Terutang
Laba Usaha dari Negara A Rp 350.000.000
Penghasilan dari dalam negeri Rp 650.000.000
------------------------
Jumlah penghasilan neto Rp 1.000.000.000
Karena diasumsikan tidak ada pengurangan, maka penghasilan neto sama dengan PKP.
PPh terutang = Rp 1.000.000.000 x 28% = Rp 280.000.000
II. Menghitung PPh yang dipotong di luar negeri
30% x Rp 350.000.000 = Rp 105.000.000
III. Menghitung Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri
Kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah Rp 98.000.000 atau sebesar batas maksimum kredit pajak luar negeri. Rp 98.000.000 adalah nilai terendah dari ketiga perhitungan diatas.
C. Kredit Pajak Luar Negeri yang Berasal Dari Beberapa Negara
Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka jumlah maksimum kredit pajak luar negeri dihitung untuk masing-masing negara dengan menerapkan cara penghitungan sebagai berikut:
Contoh:
PT Internasional memperoleh penghasilan neto pada tahun 2008 sebagai berikut:
- Di negara A, memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp 400.000.000. Tarif pajak 20%
- Di negara B, memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp 300.000.000. Tarif pajak 25%
- Di negara C, memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp 100.000.000. Tarif pajak 35%
- Di dalam negeri, memperoleh penghasilan laba usaha Rp 200.000.000
Penghitungan kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah:
I. Menghitung PPh Terutang :
Laba usaha dari negara A Rp 400.000.000
Laba usaha dari negara B Rp 300.000.000
Laba usaha dari negara C Rp 100.000.000
Penghasilan dari dalam negeri Rp 200.000.000
---------------- --------
Total Penghasilan neto Rp 1.000.000.000
Karena diasumsikan tidak ada pengurangan lain, maka Penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak.
PPh terutang = Rp 1.000.000.000 x 28% = Rp 280.000.000
II. Menghitung PPh yang dipotong di luar negeri untuk masing-masing negara
- Negara ARp 400.000.000 x 20% = Rp 80.000.000,-
- Negara BRp 300.000.000 x 25% = Rp 75.000.000
- Negara CRp 100.000.000 x 35% = Rp 35.000.000
III. Menghitung Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri
1. Batas maksimum Kredit Pajak Luar Negeri Negara A
2. Batas maksimum Kredit Pajak Luar Negeri Negara B
3. Batas maksimum Kredit Pajak Luar Negeri Negara C
Kredit Pajak luar negeri yang diperbolehkan (PPh 24) tahun 2008 dihitung sebagai berikut:
Negara | Total PPh Terutang | Batas Maksimum Kredit Pajak | PPh terutang/dibayar di luar negeri | PPh pasal 24: dipilih yang terendah |
A B C | Rp 280.000.000 Rp 280.000.000 Rp 280.000.000 | Rp 112.000.000 Rp 84.000.000 Rp 28.000.000 | Rp 80.000.000 Rp 75.000.000 Rp 35.000.000 | Rp 80.000.000 Rp 75.000.000 Rp 28.000.000 |
Total Kredit Pajak Luar Negeri Yang Diperbolehkan | Rp 183.000.000 |
No comments:
Post a Comment